Don't Copy

Tuesday, November 23, 2010

Munisi berkaliber kecil

                                                               


    Setiap angkatan bersenjata memerlukan pasokan munisi. Salah satu dari fungsi strategis yang mempunyai peran sangat penting dalam konteks pertahanan nasional. Oleh karena itu pemilihan dan penggunaannya wajib merupakan fokus utama. Pilihan yang KELIRU dalam penggunaan munisi tanpa memperhatikan spesifikasi standar teknis, akan sangat berpengaruh negatif dalam konfrontasi lapangan.

    Pemakaian senjata tidak terlepas dari alokasi munisi yang disesuaikan dengan sasaran penggunaan, begitu pula sebaliknya. Munisi kaliber kecil yang sering disebut Small Arms Ammunition (SAA) yang kita kenal sekarang ini banyak dipergunakan di lingkungan Infantry dewasa ini adalah kaliber 9 mm, 7,62 mm dan 5,56 mm dan 5.45 mm. Dengan majunya industri strategis di Indonesia, kaliber 9 mm dapat dibuat di PT. Pindad, sedangkan munisi jenis 7,62 mm FMJ AP dan 5,56 mm FMJ AP maupun 5.45 mm FMJ AP sampai sekarang masih merupakan barang suplai, tergantung pada pasokan luar negeri.

   Di lingkungan Dephan/TNI munisi jenis AP merupakan barang langka boleh dikatakan masih merupakan barang percontohan. Keterbatasan ini dapat dibuktikan di gudang persediaan munisi, latihan militer pada Satuan-satuan Tempur dan laboratorium atau uji coba di Dephan/TNI maupun di berbagai satuan baik Darat, Laut, Udara, maupun Kepolisian.
Berdasarkan strukturnya munisi dapat dibagi menjadi:


1.peluru (Proyektil)
2.selongsong (Cartridge Case)
3.mesiu dorong (Propellant)
4.rim (Rim)
5.penggalak (Primer Igniter).



   Secara umum muni
si dibagi menjadi munisi ringan/kaliber kecil (MKK) yang dapat dipakai pada senjata berdiameter lubang laras maksimal 12,7 mm (kaliber .50) dan munisi berat/munisi kaliber besar dipakai pada senjata berdiameter lubang laras diatas 12,7 mm, sedangkan menurut kaliber (diameter) munisi yang umumnya banyak dipakai dibagi menjadi 9 mm, 7,62 mm dan 5,56 mm.
Menurut jenis/tipenya antara lain FMJ (Full Metal Jacket), LRN (Long Round Nose), JSP (Jacketet Soft Point), JHP (Jacketet Hollow Point) dan AP (Amour Piercing). Namun demikian munisi yang digunakan harus memiliki persyaratan baku yaitu daya hancur tinggi, tidak peka terhadap pukulan atau tumbukan, tidak mudah terbakar, dapat disimpan dengan stabil, tidak menyerap air, dan tidak reaktif terhadap logam.


   Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apa dan bagaimana pemilihan munisi kaliber kecil (small caliber) dipandang dari sudut kualitas. Hakekat munisi kaliber kecil sebagai alat pendukung strategis, yaitu agar mampu memepertahankan daerah operasi, serta aktif dalam upaya pembersihan suatu daerah rawan. Munisi harus tepat guna dan efesien, artinya jumlah cukup serta sesuai dengan jenis senjata dalam operasi yang dilaksanakan.

    Sebenarnya mudah dipahami bahwa penggunaan munisi tidaklah sama satu sama lain. Hal ini harus disesuaikan dengan senjata, diameter muzzle (kaliber), lokasi, jarak sasaran, tujuan serta siapa lawan yang dihadapi. Untuk tuntutan yang bervariasi ini tergantung pada kecepatan amunisi dan jenis/tipe serta kestabilan psikologis seorang prajurit.
Kaliber ini dapat dibagi dalam beberapa proporsional seperti:

  1. cal .22 Long Rifle (.22LR) cartridge biasanya dipakai untuk latihan tembak tepat.
  2. cal .22 rimfire (kebanyakan dipakai untuk pistol dan revolvers selain senapan),
  3. cal 9 mm sering disebut 9x19mm Parabellum round. Sering dipakai untuk pistol Auto maupun senapan mesin.
  4. cal .30 merupakan hasil silang antara cal.45 dengan cal.30-06
  5. cal .300 Whisper subsonic - dengan necking-up cal.221 Remington Firebal menggunakan 240-grain (16 g) Sierra MatchKing, memiliki kekuatan cal.45 ACP, dengan luas pnampang kecil akan berakibat meningkatkan armor penetration.
  6. cal .300 Winchester Magnum - jenis peluru sniping jarak menengah/jauh yang sering dipakai US Navy SEALS dan German GSG.
  7. cal .338 Lapua (8.6 × 70 mm atau 8.58 × 71 mm) munisi sniping jarak jauh anti-materiel.
  8. cal .357 Magnum - dengan memanjangkan casing peluru cal.38 Special.
  9. cal .357 SIG - didesign untuk self-loading pistol setara cal .40 S&W
  10. cal .376 Steyr - dengan memendekkan selongsong 9.3 × 64mm Brenneke.
  11. cal. 40 S&W maupun cal. 40 S&W Subsonic.
  12. cal .44 Magnum - High powered pistol ammo.
  13. cal .440 CorBon Magnum - jenis baru untuk mengungguli cal.50 AE dalam penetration.
  14. cal .45 ACP - standard US pistol selama ratusan tahun.
  15. cal .454 Casull - A very high powered pistol cartridge
  16. cal .50 Action Express (AE) - A very high powered pistol cartridge, melebihi cal.44 Magnum dalam menembus body-armor.
  17. 5.45 × 18 mm Soviet - Setara dengan cal.22 rimfire.
  18. 5.45 × 39 mm Soviet (AK-74)- saingan caliber 5.56 × 45 mm NATO cartridge.
  19. 5.56x45mm NATO - (M16) Adaptasi dari cal.223 Remington yang akhirnya menjadi munisi standar US military sejak 1960.
  20. 7.62x39mm (AK47/SKS) - Munisi standar blok Timur
  21. 7.62x51 mm NATO
  22. 9 × 19 mm Parabellum adalah munisi standar NATO.
  23. 9 × 21 mm Russian - munisi standar Makarov/PMM.
  24. cal.50 BMG, 12.7 × 99 × mm BMG (.50 BMG) - seukuran dengan munisi penangkis serangan udara.
   Kecepatan munisi dihitung berdasarkan seberapa cepat proyektil meluncur di atas sensor kromatograf sebagai akibat dorongan setelah terjadi reaksi pembakaran di dalam kelongsong (cartidge case). Energi yang diperlukan untuk melepaskan proyektil dari kelongsong ditentukan oleh kuantitas isian dorong (Propellant) dalam jumlah grams yang telah diberikan. Kecepatan dan penggunaan munisi dapat diklasifikasikan sebagai level I, II A, II, III A, III dan IV. Tingkatan level ini berkaitan dengan penggunaan dan kualitas munisi.

    Sesuai perkembangan teknologi akan menimbulkan perubahan standar baku munisi. Pengaruh ini dapat dirasakan dengan adanya perubahan pada NIJ 01.01.03 menjadi NIJ.01.01.04 pada bulan September 2000. Perubahan tersebut terjadi pada:
  1. Level I, semula 22.cal LRHV Lead dengan kecepatan munisi 320 m/dt (1050 ft/s) menjadi 22 caliber LR RN dengan kecepatan 322 m/dt (1055 ft/s), begitu pula 38 special RN Lead dengan kecepatan 259 m/dt (850 ft/s) menjadi 380 ACP FMJ RN dengan kecepatan 322 m/dt (850 ft/s).
  2. Level II A, semula 357 Magnum JSP dengan kecepatan 381 m/dt (1250 ft/s) menjadi 40 S&W FMJ dengan kecepatan 322 m/dt (1055 ft/s), begitu pula 9 mm FMJ dengan kecepatan 322 m/dt (10,90 ft/s) menjadi 9 mm FMJ RN dengan kecepatan 341 m/dt (1120 ft/s).
  3. Level II, semula 357 Magnum JSP dengan kecepatan 425 m/dt (1395 ft/s) menjadi 357 Magnum JSP dengan kecepatan 436 m/dt (1430 ft/s), begitu pula 9 mm FMJ dengan kecepatan 358 m/dt (1175 ft/s) menjadi 9 mm FMJ RN dengan kecepatan 367 m/dt (1205 ft/s).
  4. Level III A, semula 44 Magnum Lead SWC Gas Checked dengan kecepatan 436 m/dt ( 1430 ft/s) menjadi 44 Magnum JHP dengan kecepatan 436 m/dt (1430 ft/s), Begitu pula dengan 9 mm FMJ dengan kecepatan 436 m/dt (1430 ft/s) menjadi 9 mm FMJ RN dengan kecepatan 436 m/dt (1430 ft/s).
  5. Kecepatan di atas level III dan level IV untuk senapan tidak mengalami perubahan.
  6. Jarak jangkau munisi kaliber kecil tergantung dari kaliber dan propellant, terutama pada kecepatan yang dimiliki munisi tersebut. Semakin tinggi level sebuah munisi akan berbanding lurus dengan kecepatannya. Untuk mengukur seberapa panjang jangkauan suatu munisi dipergunakan rumus S = V x t, dimana S merupakan jarak tempuh (meter), V merupakan kecepatan (m/dt) dan t merupakan waktu (detik). Untuk mengetahui jarak suatu munisi, hanya mengetahui berapa kecepatannya, karena (t) waktu dianggap konstan. Mengapa hal ini perlu diketahui prajurit di lapangan, karena menyangkut jangkauan sasaran yang harus dicapai dan untuk mengadakan Triangulasi lokasi jarak posisi musuh. Jarak efektif sebuah munisi diperlukan jarak tembak kira-kira 5-10 m bila menggunakan pistol, sedangkan jarak 15-25 m apabila menggunakan senapan dengan ketentuan V50 m/dt artinya kecepatan proyektil dimana kemungkinan penetrasi dan non penetrasi 50 %.

    Standar kecepatan munisi ditetapkan oleh NIJ Standard 01.01.03 direvisi oleh National Law Enforcement and Correction Technology Centre (NLECTC) bekerja sama dengan The Office of Law Enforcement Standard (OLES) dan The Law Enforcement and Correction Technology Advisory Council (LECTAL) menjadi NIJ standard 01.01.04 adalah sebagai berikut :
Level I digunakan untuk munisi yang mempunyai kecepatan minimal 322 m/dt ( 1055 ft/s) munisi jenis ini adalah 38 ACP FMJ RN (Round Nose), sedangkan untuk 22 LRN (Long Round Nose) minimal 329 m/dt (1050 ft/s).
Level II A digunakan munisi yang mempunyai kecepatan minimal 341 m/dt (1120 ft/s) munisi jenis ini adalah 9 mm FMJ RN (Round Nose), untuk 44 S & W FMJ (Full Metal Jacketed) minimal 332 m/dt (1055 ft/s).
Level II digunakan munisi yang mempunyai kecepatan minimal 367 m/dt (1430 ft/s) munisi jenis ini adalah 9 mm FMJ RN (Round Nose) untuk 357 Magnum JSP (Jacketed Soft Point) minimal 430 m/dt (1430 ft/s).
Level III A digunakan munisi yang mempunyai kecepatan minimal 436 m/dt ( 1430 ft/s) munisi jenis ini adalah 9 mm FMJ RN, untuk 44 Magnum JHP (Jacketed Hallow Point) minimal 436 m/dt (1430 ft/s).
Level III digunakan untuk munisi yang mempunyai kecepatan minimal 838 m/dt ( 2740 ft/s) munisi jenis ini adalah 7,62 mm NATO FMJ (Full Metal Jacketed).
Level IV digunakan untuk munisi yang mempunyai kecepatan minimal 869 m/dt (2850 ft/s) munisi jenis ini adalah .30 kaliber M2 AP (Amor Piercing).


    Selain dari faktor kecepatan munisi, masih terdapat faktor yang sangat menentukan kualitas dari munisi. Faktor yang dimaksud adalah tipe/jenis proyektil dari munisi itu sendiri. Perlu dipahami bahwa ball-peluru (proyektil) merupakan fungsi yang utama dari penggunaan munisi dalam senjata kaliber kecil. Hal ini berkaitan erat dengan daya lumpuh, daya tembus dan daya hancur.

   Jenis pengujian yang banyak digunakan Dephan/TNI adalah jenis FMJ dan AP. Lalu bagaimanakah kualitas munisi dilingkungan Dephan/TNI dilihat dari segi kuantitas dan kualitas?

   Dari segi kuantitas munisi di lingkungan Dephan/TNI kaliber 9 mm FMJ RN cukup terenuhi, hal ini karena produksi munisi jenis ini didukung oleh PT. PINDAD.

Kalau kita lakukan uji kualitas untuk mengetahui kecepatan munisi, diperlukan uji tembak sebanyak 20 kali terhadap kaliber 9 mm, 7,62 mm dan 5,56 mm.

    Kecepatan rata-rata 9 mm adalah ì
= 357,75 m/dt dengan standar deviasi è = 10,2 m/dt, maka range kecepatan munisi 347,55 – 367,95 m/dt. Kesimpulannya Dephan/TNI munisi 9 mm FMJ di atas standar, NAMUN apabila dibandingkan dengan standar NIJ.01.01.04 masih digolongkan level II A yaitu min kecepatan 322 m/dt, sedangkan level II mempunyai batasan minimal 367 m/dt.
Padahal di lingkungan Dephan/TNI standar 325 – 355 m/dt dijadikan standar pengujian level III A ke bawah, yang seharusnya menggunakan standar 436 m/dt.


    Kecepatan rata-rata 7,62 mm adalah ì = 677,48 m/dt dengan è = 6,06 m/dt maka rangenya 671,42 – 683,54 m/dt. Standar level IV di lingkungan Dephan/TNI 670 – 730 m/dt. Dilihat dari standar Dephan/TNI munisi kaliber 7,62 mm ì = 677,48 m/dt yang ditetapkan ini masih dibawah standar NIJ baik untuk level IV yang minimal kecepatannya 869 m/dt dan level III yang min kecepatannya 838 m/dt.
Kecepatan rata-rata kaliber 5,56 mm ì= 917,98 m/dt dengan è =12,28 maka range kecepatan 905 – 930 m/dt. Standar level IV di lingkungan Dephan/TNI 900 – 960 m/dt. Dilihat dari standar TNI munisi kaliber 5,56 mm masih relevan, begitu pula dengan NIJ standar yaitu masih di atas level IV.

    Kalau kita berani menengok wacana diatas, sebaiknya Dephan/TNI melakukan revisi dan revitalisasi standar munisi yang disesuaikan dengan perkembangan dewasa ini. Alasan yang mendasar yang perlu diingat adalah perubahan tehnologi tempur dewasa ini telah merubah kualitas alutsista. Sehingga seyogyanya standar kualitas munisi juga ditingkatkan guna menjawab kesenjangan tersebut. Tidak dilupakan, juga standarisasi munisi yang dapat dipergunakan silang (interchangeable) yang bertujuan efektifitas dan ekonomis. Karena jika terlalu banyak ragam varian munisi dari berbagai jenis senjata yang dimiliki hanya akan berakibat repotnya suplai perbekalan yang berakhir pada menurunnya tingkat agilitas dan power suatu angkatan bersenjata.


Sumber:
http://hhsamosir.blogspot.com/2008/07/munisi-berkaliber-kecil.html#links

No comments:

Post a Comment