Don't Copy

Tuesday, November 23, 2010

Military Shotgun


Militer sejak jaman dulu hingga kini, secara tidak sadar menerapkan pameo: "The bigger our gun, the merrier". Bahkan ada istilah lain yang bukan hanya dipergunjingkan antar kaum wanita, tetapi juga di kalangan Marinir US yaitu: "Size DOES matter". Well... setidaknya hal ini menggambarkan bahwa dalam prinsip CQB (Close Quarter Battle) atau yang disebut perang jarak dekat ini memang membutuhkan senjata yang dapat digunakan untuk supressive fire serta mudah dan cepat dibawa oleh Light Infantry unit maupun special operators.

Secara harafiah dalam istilah marinir, CQB dalam perang kota yang istilahnya adalah MOUT (Military Operation on Urban Terrain) mendiktekan bahwa serangan utama adalah breeching technique. Para komandan lapangan (field-grader) akan memberikan perhatian utama pada fase ini. Perlu diingat bahwa selayaknya bangunan theory, breaching technique adalah batu tumpuan bagi pengembangan serangan selanjutnya. Efektif tidaknya suatu serangan ditentukan oleh breaching process ini. 


                                                                        Binelli M3


 
                                                                        Binelli M4


Shotgun sudah lama digunakan untuk memberikan suppressive fire terhadap posisi oposan. Juga merupakan senjata unggulan dalam melakukan tehnik SOSR (Suppress, Obscure, Secure and Reduce). Karena efek yang dihasilkan bukan hanya efek strategis tetapi juga efek psikologis bagi oposan jika kita memiliki senjata ini dalam penyerbuan. Tidak ada senjata yang lebih efektif selain shotgun dalam konfrontasi jarak dekat seperti dari pintu ke pintu.

Perkembangan dalam penggunaan Shotgun ini juga tidak hanya di militer tetapi juga dalam kehidupan sipil. Seperti banyak diadopsi oleh dinas Kepolisian daerah, State Troopers maupun US Marshal. Terlebih bagi kepolisian daerah juga dipergunakan sebagai "riot gun" yang dapat mengaplikasikan perangkat yang "less lethal". Sebagai contoh kasus, dapat kita bandingkan dengan dinas kepolisian Los Angeles maupun San Diego (LAPD & SDPD).

Kelemahan dan kelebihan shotgun terletak pada veritas munisi yang dipakai. Mulai dari munisi berburu (slugs), flares hingga 12 gauge. Munisi tempur standar bagi shotgun adalah 00-Buck, M-1030 Breaching rounds, FRAG-12 (USMC), M-1012, M-1013 less-lethal, Joint Non-Lethal Warning Munition (JNLWM), XM-104 Non-lethal bursting hand granade.
Jadi dilihat dari spektrum munisi diatas, dimedan tempur senjata ini mempunyai berbagai role seperti:

  1. Offensive weapon
  2. breaching weapon
  3. less-lethal weapon applicator.
Sehingga para operator senjata ini wajib memiliki ketrampilan dan latihan yang intens dalam mencermati tugas yang akan dilaksanakan. Tertukarnya munisi atau menerapkan terhadap sasaran yang salah merupakan fatalitas yang mematikan.
Dalam satu check-point kecil yang di ampu oleh satuan sekelas team, biasanya mempunyai dua operator granadier yang menangani shotgun. Masing masing memiliki dua fungsi berbeda. Yang pertama adalah operator yang bersifat offensive, yang kedua adalah operator yang bersifat less-lethal. Dimana operator yang kedua ini lebih bertanggung jawab dalam memberikan "effective warning" berupa flares, maupun non-lethal burst granade rounds kearah kendaraan yang mendekat dari jarak 100 meter agar berhenti di check-point. Diharapkan dengan adanya ledakan dan sinar menyilaukan, kendaraan akan berhenti. Jika tetap tidak berhenti maka dalam range 30 meter ditembak dengan munisi anti-materiel.

Dirumah maupun dalam tugas, selain side-arm berupa pistol Kimber M-1911 cal.45 ACP, saya juga membawa shotgun. Lumayan... buat menakut nakuti tikus. (maaf bercanda !!)




Sumber;http://hhsamosir.blogspot.com/2008/09/military-shotgun.html#links

No comments:

Post a Comment